Monday, 2 March 2009

LOL....

Quoted from www.Kompas.com

What a joke.... haha

Wahai Si Mbok dan Si Mbah, Apa Maumu?
Josh Chen - Global Citizen
Hello lagi Z, AsMod, KoKiers – KoKoers....
Sedang menyetir mobil bersama
keluarga sehabis makan malam nikmat dari D’Cost BSD di penghujung
weekend....

Tiba-tiba penyiar radio di mobil menyebut 2 nama yang bikin
kupingku
tegak menyimak: Megawati dan Amien Rais....wuits...apalagi
ini....duuuhh...bikin
eneg dan muntab saja.....

Amien Rais dalam
satu acara di Magelang malam
ini dengan bersemangat njeplak (lagi) untuk
adanya Poros Alternatif guna
menghadang SBY dan Megawati. Lha hopo tumon
coba.....ini Si Mbah mbok-ya-o
sadar, sejak tahun 1998, mendirikan PAN,
penuh keyakinan menang telak dalam
Pemilu 1999, ternyata letoy, ambles
perolehan suaranya, menjegal PDI-P dengan
pembentukan Poros Tengah. Kemudian
jadi Ketua MPR langsung duduk manis tidak
bengak-bengok, tidak cuap-cuap
bersuara tengik dan tengil. Tapi setelah turun
dari kursi empuk, langsung
kumat dan mulailah membentuk
poros-entah-apa-aku-lupa-namanya waktu Pemilu
2004. Masih penuh keyakinan
memenangkan Pemilu 2004, full confident Pilpres
2004 cukup 1 putaran, dan
ternyata benar, memang 1 putaran membuat dia
kloneng out of the ring...berhenti
di putaran pertama karena perolehan suara
yang luar biasa rendah....


Lebih baik Si Mbah duduk manis dan
memberikan masukan yang berguna
bagi negeri ini, daripada koar-koar
cuwawakan dengan hobby utama poros-porosan
itu. Yang dimaksud dengan poros
alternatif adalah:


“Yaitu poros yang
betul-betul
mengejawantahkan Pasal 33 UUD 1945 itu menjadi ekonomi kerakyatan,
lewat
poros ini selain dapat menjembatani kebuntuan politik juga sekaligus akan
membuka kesempatan kepada calon presiden alternatif. Dia berharap, wacana
poros
alternatif itu muncul dari partai papan menengah ke bawah. Poros
alternatif ini
harus mempunyai konsep ekonomi yang mengucapkan selamat
tinggal pada ekonomi
liberal atau neo liberal”


Guuubbbrrrraaakkk......speechless....maksud’e Si Mbah opo? Atau saya
yang terlalu bodoh untuk mencerna kalimat Si Mbah ya?

Itu baru Si
Mbah....nah sekarang mari kita lihat Si Mbok.....

Kemuakan saya
terhadap
sepak terjang Si Mbok belakangan ini membuat saya menggali
dalam-dalam
coret-coret saya dari dulu....

Dengan ‘thema’ didzolimi
penguasa,
membuat Si Mbok dengan instan naik daun (ulet kaleee) di dunia
perpolitikan Indonesia.
Penyerbuan kantor PDI tanggal 27 Juli 1996 menjadi ‘tonggak sejarah’ dan
titik
balik partai bersimbol banteng itu. Men-Tian-An-Men-kan insiden tsb
membuat
simpati dari masyarakat mengalir, dan mencapai puncaknya waktu PDI-P
menang
telak di Pemilu 1999. Tapi apa daya, penjegalan dan manuver politik
Si Mbah
membuat Si Mbok tak berdaya dan pasrah menjadi RI-2 saja. Dengan
segala macam
dalil agama (again) menjadikan Si Mbok tidak ‘eligible’
menduduki kursi RI-1.

Karena Poros Tengah bentukan Si Mbah, naiklah Gus
Dur menjadi RI-1
dengan harapan bisa disetir oleh para ‘agamawan’ dalam
Poros Tengah. Tapi
namanya saja Gus Dur, kita semua tahu apa yang terjadi,
Poros Tengah kelimpungan
dan kebingunan dengan sepak terjang Gus Dur yang
gagah berani bak Don Quixote
menghajar kincir angin sehingga sungsang sumbel
jumpalitan didepak keluar dari
Istana dengan hanya bercelana pendek, tragis
dan mengenaskan! Analogi itu bukan
merendahkan Gus Dur, tapi menghadapi
kincir angin yang meger-meger tegak, dan
hanya seorang diri, rasanya
merupakan Mission Impossible jilid 7 to accomplish.

Naiklah Si Mbok ke
tampuk kekuasaan negeri ini. Para agamawan yang
bermuka banyak di Poros
Tengah berbalik 720 derajat (lha 180 derajat bolak balik
4 kali!) mendukung
penuh naiknya seorang wanita menjadi RI-1, dari yang
sebelumnya
mengedepankan segala kutipan kitab suci dan dalil agama, berbalik
total jadi
mendukung.


Di bawah pimpinan Si Mbok, asset negara lepas
tidak
karuan, yang jelas KORUPSI menjadi luar biasa subur, karena pada dasarnya
yang duduk dalam wakil rakyat (menang telak) adalah mantan penguasa jalanan
yang
naik ke kursi empuk, merebaklah segala praktek jalanan di Senayan dan
sendi-sendi pemerintahan.


Datanglah era baru....

Pemilihan
presiden secara langsung untuk pertama kalinya dalam
sejarah negeri ini,
menjadikan seluruh sendi kehidupan bermasyarakat,
berpolitik, berekonomi berubah
total. SBY yang didukung partai baru ketika
itu, menang telak dalam Pilpres
langsung 2004. Salah satu praktek demokrasi
paling berhasil dan sukses di muka
bumi berhasil ditampilkan dengan elegan,
cantik dan apik ke mata dunia. Negeri
demokrasi baru telah lahir, kemudian
dikenal menjadi Negeri Demokrasi Terbesar
ke 3 di dunia, negeri dengan
jumlah penduduk ke 4 dan negeri dengan pemeluk
Islam terbesar di dunia!


Belum genap 3 bulan dilantik, SBY – JK
harus menghadapi
kemurkaan alam di Serambi Mekkah, tsunami terbesar di dunia
modern
meluluhlantakkan 80% area di sana. Serta merta resources negeri tertarik
ke
sana untuk membereskan dan mengulurkan tangan untuk anak negeri di ujung
barat Indonesia,
walaupun ketika itu si anak negeri masih sedikit mbalela.....



Disusul gempa Nias dan gempa Jogja, menjadikan SBY – JK lebih
kuat dan bahu membahu mengatasi masalah bertubi-tubi melanda negeri ini.
Belum
sempat bernafas sedikit lega dan rehat sejenak, buuuummmm......tsunami
yang lain
menghantam dunia....diawali dengan sub-prime mortgage, kemudian
gonjang ganjing
Lehman Brothers, yang diikuti runtuhnya kartu domino
perekonomian super-liberal
dunia barat, menghantam juga tanpa ampun ke
kawasan Asia. Tsunami Ekonomi Jilid
2 datang....harga minyak dunia melesat
ke record tertinggi $147/barrel hanyalah
merupakan ‘kata pengantar’ dari
tsunami yang sebenarnya.


Pemilu 2009
menjelang....

Dan
mulailah Si Mbok dengan segala sepak terjang menggelar
berbagai macam jurus
usang yang selalu berulang, mencak-mencak sejak SBY – JK
menang telak dari
Si Mbok dan pasangan cawapres ketika itu. Kita lihat bersama
tingkah polah
Si Mbok tsb:

Sewaktu menjabat, pada akhir 2002,
pemerintahan
Megawati sempat menaikkan harga BBM, kenaikan tarif dasar listrik
dan
telepon. Aksi unjuk rasa tentu saja berlangsung. Tapi rupanya mentalitas
luar biasa menjadikan Si Mbok memberikan cap “gerakan ekstra parlementer”
yang
dituduh bermaksud menjatuhkan pemerintahannya. Bahkan dengan hebat
keluar
ancaman bahwa para mahasiswa yang berdemo akan dicabut
kewarganegaraannya.
(Sinar Harapan, 9 Juli 2002). Lha (again) hopo
tumon....saya malah tidak tahu,
peraturan perundangan di Indonesia
yang sebelah mana memberikan wewenang kepada seorang presiden mencabut
kewarganegaraan?

Kenaikan BBM semasa pemerintahan SBY – JK memang
tidak
terhindarkan, lebih dikarenakan external factors dibanding internal
factors.
Semua yang melek huruf pasti mahfum bahwa kenaikan harga minyak
dunia tidak ada
negara manapun yang tahan dan sanggup menahan lajunya, dan
juga sanggup menahan
beban subsidi. Sewaktu kenaikan terjadi, Si Mbok
mengeritik habis-habisan SBY –
JK, dengan segala perhitungan ajaib ala orang
tidak sekolahan (maklum juga sih,
Si Mbok juga tidak jelas tamatan mana),
menyebutkan bahwa BBM harusnya masih
bisa dijual dengan harga sekian dan
sekian.

Eh, sewaktu harga minyak
dunia turun, harga BBM juga
diturunkan pemerintahan SBY – JK, tanpa ragu Si Mbok
njeplak lagi (dalam
Rakernas PDIP di Solo, tanggal 27 Januari 2009) berkata
bahwa “pemerintah
membuat rakyat seperti yo-yo”, dibuat naik
turun....weladalah.....iki
karep’e opo Si Mbok (ini mau’nya apa?). Masih belum
cukup, sewaktu harga
minyak dunia turun terus, dan akhirnya BBM dalam negeri
menurut hitungan
pemerintah sudah tidak rugi dan bahkan sudah dijual menurut
harga
keekonomiannya, malah Si Mbok masih mengipas lagi bahwa seharusnya BBM
bisa
turun lagi.

Kita tahu bahwa subsidi pemerintah untuk BBM cukup
besar
porsinya. Dengan program konversi minyak tanah ke elpiji, dan kemudian
secara bertahap mengurangi subsidi BBM, toh secara nyata pemerintah dengan
konsekuen mengalihkan ke dana pendidikan yang mencapai 20% sesuai
diamanatkan
UU.

Tapi rupanya Si Mbok memang sudah mata gelap atau
gelap mata
entahlah, tidak tanggung-tanggung di acara berkelas dan disiarkan
secara
nasional, Kick Andy, tanggal 26 Desember 2008, dengan bersemangat Si
Mbok
berkicau lagi, prinsipnya Si Mbok mengritik habis-habisan kebijakan
tsb,
mengatakan tidak ada perlunya anggaran pendidikan segitu tinggi,
pendidikan
formal tidaklah begitu perlu, toh orang sekolah tinggi-tinggi
belum tentu
pandai, berhasil, dsb, dsb, dsb....kemudian Si Mbok juga
memberikan contoh
pendidikan yang baik menurutnya...yang sayangnya saya
tidak bisa menuliskan
ulang di sini saking bingungnya apa yang dituturkan Si
Mbok malam itu, tidak ada
satupun yang nyangkut di otak saya.....

Dalam Rakernas PDIP di Bali
tanggal 7-10 Januari 2007, Si Mbok
menjuluki SBY sebagai presiden tukang tebar
pesona, bukan penebar kerja.
Padahal Si Mbok masih ora nggrayangi githok’e dhewe
(masih tidak
instrospeksi diri sendiri) memangnya semasa menjabat apa hasil
kerja yang
nyata?

Di kesempatan lain lagi pertengahan bulan Juli 2007,
“hanya
bisa berjanji setinggi langit, tapi pencapaian hanya sampai kaki bukit”.
Katakanlah memang demikian, menurut pendapat saya masa pemerintahan Si Mbok
pencapaian bukan di kaki bukit, melainkan di ujung parit.....

“SBY
seperti menari poco-poco, maju selangkah, mundur 2 langkah” dilontarkan
kembali
oleh Si Mbok di bulan Januari 2008. Sampai-sampai dibalas telak oleh
JK, masih
mendingan poco-poco daripada dansa-dansi (merujuk pada waktu Si
Mbok turun
melantai dengan pemimpin China beberapa waktu sebelumnya).
Menurut saya lagi,
masih mending menari poco-poco daripada balap karung yang
tak pernah mencapai
garis finish karena nyungsep....

Sementara Obama
yang jelas jauh lebih
mumpuni dari segi ilmu, politik, kepiawaian
berdiplomasi, komunikasi, kearifan
sebagai negarawan dan politikus saja
hanya berani berjanji membuka lapangan
kerja baru sebanyak 3 juta sekian
lapangan kerja baru dengan paket stimulus yang
tidak main-main sekitar $800
miliar, ini Si Mbok malah dengan mengucap “banzai”
berani berjanji
menciptakan lapangan kerja baru sebanyak 12.9 juta di salah satu
janji
kampanye Pemilu 2004. Dari mana?

Kekerdilan jiwa Si Mbok sudah
terlihat pada waktu tanda-tanda kekalahan di depan mata. Dalam debat capres
di
bulan September 2004, Si Mbok sudah berpesan bahwa dia mau ikut dalam
acara
debat kalau tidak ada acara jabat tangan dengan lawan debatnya, siapa
lagi kalau
bukan SBY. Rasanya kejadian itu patut dicatat dalam Guinness Book
of Records
debat pertama capres yang tanpa jabat tangan.

Semua orang
juga tahu
betapa sempit pandangan dan kerdil jiwa Si Mbok, betul-betul tidak
pantas sama
sekali menyandang nama Soekarno di belakang namanya. Sebagai
Founding Father,
Proklamator dan Presiden I republik ini. Tidak satupun
peringatan Hari
Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus dihadiri oleh Si Mbok.
Luar biasa betul
kebesaran jiwanya. Apalagi jika kita melihat halaman demi
halaman buku karangan
Tjipta Lesmana, Dari Soekarno Sampai SBY,
duh....betapa hebatnya kelakuan Si
Mbok ini.

Mengutip salah satunya
saja. Di tahun 2005 ketika Indonesia
menjadi tuan rumah kembali sekaligus peringatan 50 Tahun Konferensi Asia
Afrika
yang dicetuskan dan diprakarsai oleh Soekarno, dalam wujud
penghormatan luar
biasa, Presiden SBY mengundang Si Mbok secara khusus.
Mengutus utusan khusus,
yaitu Menteri ESDM mengantar undangan. Menerima
Utusan Khusus pun Si Mbok tidak
mau, apalagi menghadirinya.

Untuk
tidak memperpanjang tulisan ngawur
ini, silakan Anda cari sendiri buku tsb
di atas, dan temukan hasil penelusuran
sang penulis, wawancara dengan orang
dekat, orang-orang sekitar Si Mbok
bagaimana karakter dan kebesaran jiwa Si
Mbok....

Kalau orang Jawa
bilang: “ora sumbut lan kabotan nyandang
jeneng Bapak’e” (tidak sebanding dan
keberatan menyandang nama
Bapaknya)......


Untuk melirik Si Mbok dan
Si Mbah pun saya sudah
malas, apalagi memilih... thanks, but no thanks (kata si
HL)....hehehe....


Terima kasih sudah membaca tulisan ngawur
ini....terima kasih Z,
AsMod, KoKiers – KoKoers.....

God Bless Indonesia.....


No comments: